Mengenal Liga Bangsa-Bangsa (LBB)


Sebelum PBB lahir dan menjadi organisasi internasional terkuat di dunia, telah ada sebuah organisasi internasional yang diyakini sebagai cikal bakalnya. Didirikan setelah Perang Dunia I berakhir oleh orang-orang yang kemudian disebut dengan idealis dan utopis. Pun begitu, gagasan mereka tidak pernah mati dan terus mengalami perkembangan dan memperkuat PBB hingga saat ini. Itulah apa yang akan kita bahas hari ini, yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau LBB.

LBB adalah the first international and multipurpose IGO. Ia dianggap sebagai eksperimen yang gagal dari pemikiran liberalisme Presiden Woodrw Wilson. Lucunya, AS sendiri tidak pernah menjadi anggota LBB, karena mereka tidak pernah terlibat perang. Di saat itu AS sudah mulai bertindak sebagai polisi dunia dan Eropa masih dipenuhi oleh monarki dan fasisme.
Ide dasar dari pembentukan LBB adalah penciptaan perdamaian tanpa menggunakan senjata. Pemikiran ini didasari dengan teori bahwa perang selalu terjadi dengan adanya industrialisasi senjata. Karena tidak memiliki senjata, maka mereka akan fokus terhadap open diplomatic untuk menciptakan hukum-hukum yang menjamin collective security. Sungguh ide yang sangat baik, namun mengapa ia gagal?

Pada waktu LBB didirikan, hanya 42 negara yang mengakuinya. Struktur mereka hampir sama dengan PBB, hanya saja terdapat pembagian kelas negara di sana yang sangat tidak menyenangkan. Terdapat tiga kelas, yaitu Great Power, Middle Power, dan Low Power. Dalam persidangan, Great Power yang terdiri dari Inggris, Perancis, dan AS adalah penentu segalanya. Tidak mungkin sesuatu dapat terjadi tanpa adanya mereka dan pendapat negara lain praktis disingkirkan. Hal ini tentu memicu kemarahan dari negara-negara kuat, namun ditaruh di low power seperti Jerman dan Jepang.

Sementara itu, dunia setelah Perang Dunia I berakhir itu tidak dapat dikatakan sebuah dunia yang nyaman. Saat itu dunia sedang menyaksikan apa yang disebut dengan contesting concepts dari berbagai penjuru dunia. Ada fasisme, ada diktatorianisme, ada komunisme, liberalisme, nasionalisme, semua bagai gado-gado yang bentuknya tidak karuan. Luar biasa, hampir seluruh konsep tersebut menentang LBB karena dianggap mengganggu kedaulatan negara.

Sayangnya, dengan prinsip nonmilitary dan open diplomaticnya, LBB tidak memiliki kekuatan untuk memaksa negara-negara tersebut mengikutinya. Satu-satunya yang dapat diharapkan oleh LBB adalah tentara nasional Inggris dan Perancis yang ternyata masih trauma dengan perang dunia I dan sedang memulihkan kondisi dalam negerinya.

Sanksi-sanksi yang dilakukan LBB pada negara-negara pemulai konflik pun sama sekali tidak efektif. Bayangkan saja, embargo mereka bukanlah seperti embargo yang kita ketahui saat ini. Embargo yang mereka lakukan adalah memaksa negara yang bersalah untuk membayar kepada negara yang benar. Tentu ini akan memulai konflik baru dan tidak menimbulkan efek jera sama sekali.

Intinya, kekuatan LBB semakin menurun karena tidak adanya legitimasi dari anggota-anggotanya. Sementara itu, negara-negara di dunia terus menekan LBB karena ingin memperkuat negaranya sendiri. Maka pecahlah Perang Dunia II yang membuktikan ketidakbecusan LBB menciptakan perdamaian dunia. Bukan hal yang aneh jika LBB pun dibubarkan tidak lama kemudian.

Itulah alasan mengapa LBB dianggap utopis idealis. Sebab mereka mencita-citakan kolektiv security, namun menolak menggunakan senjata. Padahal negara-negara yang harus mereka amankan semua menggunakan senjata. Belajar dari kesalahan-kesalahan inilah PBB kemudian menciptakan Dewan Keamanan yang memiliki kekuatan memaksa kepada seluruh anggotanya. Mereka juga menciptakan UN Peacekeeping Force untuk menjaminnya.

LBB memang benar sebuah utopia, tapi bagaimanapun juga manusia yang membuat utopia itu memang keren. Utopia itu indah dan itu benar-benar membuat kita dapat bermimpi sejenak. Sebuah perdamaian yang tercipta tanpa senjata. Sebuah perdamaian yang tercipta karena adanya rasa saling percaya. Kemudian tentara dapat disingkirkan, senjata dapat dibuang. Ah, rasanya indah sekali.

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Politik Luar Negeri

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Awal dari Kejatuhan: Perkembangan Diskursus Anti-Komunisme di Ruang Publik Vietnam Pasca-Doi Moi