Perkembangan Pendidikan di Vietnam



Pendidikan adalah salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sebuah negara. Melalui pendidikan yang baik, negara dapat menjamin bahwa masyarakat telah memiliki kapabilitas untuk bekerja dalam rangka pembangunan negara. Hal ini dapat dilakukan karena pendidikan dapat membangun tiga hal, yaitu: loyalitas pada negara; soft & hard skill; serta pengetahuan yang luas. Tanpa adanya pendidikan yang baik, maka masyarakat hanya dapat bekerja berdasarkan pengalamannya yang tentu sangat terbatas. Oleh karena negara berkembang merupakan aktor yang senantiasa berusaha untuk mengedepankan pembangunan negaranya, maka mereka akan menjadikan peningkatan mutu pendidikan sebagai agenda utamanya.

Dalam perjalanan sejarah berdirinya, Vietnam telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan. Sejak tahun 1986, pemerintah Vietnam telah membuat berbagai macam kebijakan untuk memacu pengembangan pendidikan melalui kebijakan kurikulum yang diberlakukan kepada semua jenjang pendidikan, baik dari tingkat pendidikan dasar (SD), tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMA), maupun di tingkat pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) negeri dan swasta.

Melalui kebijakan pemerintah tersebut, dewasa ini di Vietnam telah mengalami pemerataan dan penyebaran pembangunan fisik sebagai wadah pendidikan sesuai jenjangnya, misalnya di setiap desa telah terdapat pendidikan dasar (SD), di setiap kecamatan terdapat beberapa SMP dan di setiap kabupaten terdapat beberapa SMA/SMK serta terdapat juga beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. Khusus untuk jenjang pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) saat ini di Vietnam terdapat 235 Perguruan Tinggi (universitas dan D3) negeri dan 77 Perguruan Tinggi (universitas dan D3) swasta yang tersebar di 40 Propinsi dari 63 Propinsi yang ada di Vietnam.

Perkembangan pendidikan tinggi yang selalu mengacu kepada kurikulum pendidikan tinggi sangat baik, hal ini terlihat setelah terbukanya begitu banyak akses jaringan komunikasi antar perguruan tinggi termasuk kerjasama antar perguruan tinggi dalam hal peningkatan mutu dan kualitas sistem pengajaran (bahan ajar) dan kualitas lulusan. Kerjasasama dalam peningkatan mutu dan kualitas itu disamping dilakukan di dalam negeri juga dilakukan dengan perguruan tinggi lainnya yang ada di luar negeri.


Tinjauan Umum Vietnam

Vietnam adalah negara paling timur di Semenanjung Indochina di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Republik Rakyat Cina di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan di Laut China SElatan di sebelah timur Dengan populasi sekitar 84 juta jiwa, Vietnam adalah negara terpadat nomor 13 di dunia. GDP Vietnam tumbuh sebesar 8.17% pada tahun 2006, negara dengan pertumbuhan tercepat kedua di Asia Timur dan pertama di Asia Tenggara. Pada akhir tahun 2007, menteri keuangan menyatakan pertumbuhan GDP Vietnam diperkirakan mencapai rekor tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 8.44%.

Nama resmi dari Vietnam adalah Republik Sosialis Vietnam. Ia merupakan negara partai tunggal dengan ideologi yang berbasis pada Komunisme. Vietnam memiliki presiden dan perdana menteri, dimana Presiden Vietnam adalah kepala negara dan secara nominal adalah panglima tertinggi militer Vietnam, menduduki Dewan Nasional untuk Pertahanan dan Keamanan (Council National Defense and Security), sementara Perdana Menteri Vietnam adalah kepala pemerintahan, mengepalai kabinet yang terdiri atas 3 deputi perdana menteri dan kepala 26 menteri-menteri dan perwira-perwira.

Untuk menampung aspirasi rakyat, Vietnam memiliki Majelis Nasional Vietnam (National Assembly of Vietnam) yang merupakan badan pembuat undang-undang pemerintah yang memegang hak legislatif dan  terdiri atas 498 anggota. Majelis ini memiliki posisi yang lebih tinggi daripada lembaga eksekutif dan judikatif. Seluruh anggota kabinet berasal dari Majelis Nasional. Dari sudut yudikatif, Vietnam memiliki Mahkamah Agung Rakyat (Supreme People's Court of Vietnam) yang memiliki kewenangan hukum tertinggi di Vietnam, juga bertanggung jawab kepada Majelis Nasional.

Vietnam merupakan negara yang sudah menunjukkan kepeduliannya pada pendidikan semenjak mereka mendeklarasikan kemerdekaannya tahun 1945. Presiden Ho Chi Minh waktu itu mengisukan perintah pemberantasan butahuruf di Vietnam. Hal ini dilakukan melalui Dekrit No. 17-SL: “Semua orang di dalam negeri harus bisa membaca” Dekrit No. 19-SL: “Untuk seluruh negeri, akan diadakan kelas membaca bagi para petani dan pekerja untuk dihadiri pada malam hari,” Dekrit No. 20-SL: “Sementara menunggu sistem pendidikan selesai dibuat, pelajaran akan bahasa nasional akan menjadi wajib dan gratis bagi semua orang.”

Ho Chi Minh mengeluarkan kebijakan ini karena ia menyadari bahwa bangsa yang butahuruf adalah bangsa yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Dan bangsa yang tidak mengenyam pendidikan akan menjadi bangsa yang tak bertaring. Hasilnya, Vietnam merupakan salah satu negara dengan pendidikan yang baik karena kini 98 % penduduknya sudah masuk kategori melek huruf.

Pengaruh Koloni Perancis Terhadap Perkembangan Pendidikan di Vietnam

Ketika Vietnam dijajah Perancis pada tahun 1858-1945, Perancis membawa sebuah misi untuk membangun peradaban yang bermartabat di daerah jajahannya. Mereka didorong oleh keyakinan bahwa kebudayaan Perancis adalah yang terbaik, sehingga merasa bahwa merupakan kewajibannya untuk memperkenalkan kebudayaan tersebut pada koloni meski itu berarti menghancurkan kebudayaan lokal. Membangun sistem pendidikan merupakan jalan yang dipilih Perancis pada waktu itu dengan pertimbangan bahwa pendidikan dapat menyediakan Perancis sejumlah tenaga kerja yang cerdas, loyal, dan menghargai kebudayaan Perancis.
            
Perkembangan sistem pendidikan di Vietnam sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan di Perancis, karena Vietnam dalam waktu yang cukup lama dijajah oleh negara Perancis. Kemajuan pendidikan di Vietnam sangat diperhatikan oleh pemerintah kolonial Perancis. Misalnya tulisan digunakan di sekolah waktu itu diganti dari bahasa Han menjadi Latin dan tulisan Perancis. Pemerintah sudah mendirikan pendidikan dengan sistem dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Tinggi sampai Perguruan Tinggi. 

Pendidikan dianggap sebagai alat yang penting untuk kolonial Perancis dengan mengolonialkan rakyat Vietnam. Mereka mendidikan kelompok cendekiawan untuk bekerja dalam lembaga pemerintah mereka dan perusahaan-perusahaan pada zaman itu. Pada tahun 1931 sampai tahun 1940, dari 100 orang hanya ada 3 orang masuk SD, dari 30.000 orang hanya ada 1 orang masuk perguruan tinggi. Meskipun mereka dapat pendidikan dari kolonial Perancis tetapi mereka masih menyadari akan nilai-nilai kebangsaaannya. Walaupun demikian adanya, akan tetapi banyak juga orang-orang dari golongan cendekiawan menjadi Komunis.
            
Adapun sistem pendidikan di Vietnam sekarang dipengaruhi oleh sistem pendidikan Perancis. Mereka sudah menerapkan system itu misalnya; jenjang pendidikan, kurikulum, dan adanya pendidikan reguler dan non reguler (continuing pendidikan) untuk di SMP dan SMA/SMK. Jenjang pendidikan tersebut antara lain :

a. Sekolah Dasar: 5 tahun, semua anak berusia 6 tahun harus masuk SD dan biayanya ditanggung oleh pemerintah. Setiap propinsi adanya satu Sekolah Dasar Inti. Di sekolah ini adanya kelas bahasa Inggris. Siswa akan belajar bahasa Inggris dari kelas 1 dan harus dan untuk tingkat akhir mendapat seleksi atau ujian kelulusan.

b. Sekolah Menengah Pertama: 4 tahun, pada tingkat akhir siswa harus menempuh ujian nasional untuk mencapai kelulusannya. Untuk melanjutkan studi ke SMA/SMK, dahulu siswa SMP harus menempuh seleksi dalam bentuk ujian nasional, akan tetapi sekarang program itu tidak dilaksanakan lagi. Ketika masuk SMA/SMK siswa hanya dites secara formalitas saja.

c. Sekolah Menengah Atas: 3 tahun, pada tingkat akhir adanya ujian nasional. Apbila siswa tidak lulus, mereka tidak boleh mengikuti seleksi ujian masuk perguruan tinggi (universitas). Ujiannya adanya 6 mata pelajaran, dengan rincian : ada 3 yang fik yaitu: Kesusastraan, Matematika, Inggris dan ada 3 mata kuliah diganti setiap tahun dengan memilih tiga mata kuliah di antara: Sejarah, Geografi, Biologi, Fisik, dan Kimia.

d. Perguruan Tinggi: biasanya 4 tahun, calon mahasiswa akan menempuh ujian masuk perguruan tinggi (universitas) dan mereka mempunyai 3 pilihan. Hasil seleksi berdasarkan nilai ujian ini. Setiap perguruan tinggi (universitas) membuat soal ujian sendiri dan Depdiknas membuat satu jenis soal ujian untuk semua universitas dengan sistem pilihan ganda (A, B, C, D) mulai tahun 2002.

Keberhasilan Vietnam Mewujudkan "Pendidikan Untuk Semua"

Untuk mendorong dunia, terutama negara-negara terkembang dan terbelakang, lebih memperhatikan hak untuk memperoleh pendidikan, tahun 1989, dalam konferensi dunia tentang pendidikan yang diselenggarakan UNESCO di Thailand dideklarasikan Eucation for All atau Pendidikan untuk Semua. Pada awalnya deklarasi ini belum memperhitungkan anak dengan disabilitas. Karena desakan para aktivis dunia di bidang disabilitas, konferensi itu akhirnya menyepakati deklarasi Pendidikan untuk Semua juga melingkupi anak dengan disabilitas. Agar ada lebih banyak anak disabilitas yang bersekolah, tahun 1994, di Salamanca, Spanyol, konferensi dunia tentang pendidikan kemudian mendorong diterapkannya sistem pendidikan inklusif. Sistem ini memberikan hak kepada anak dengan disabilitas bersekolah di sekolah umum yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, bersama anak-anak lain yang tidak menyandang disabilitas.
            
Vietnam salah satu negara sedang berkembang di ASEAN yang berhasil mewujudkan pendidikan inklusif ini. Menurut Duc Minh Nguyen, Direktur Education And Science Kementerian Pendidikan Vietnam, memasuki tahun 2000-an, Vietnam melahirkan serangkaian peraturan perundangan tentang kewajiban memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak. Undang-undang itu antara lain tentang perlindungan perempuan, yang mengatur tentang keharusan memenuhi hak pendidikan anak perempuan. Undang-undang perlindungan anak, yang mengharuskan anak-anak bersekolah mulai usia taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Kemudian undang-undang penyandang disabilitas, yang mewajibkan negara memenuhi hak pendidikan anak-anak dengan disabilitas. Para pejabat pemerintah, khususnya kementerian pendidikan, memaknai ketentuan dalam undang-undang tersebut sebagai perintah yang harus dilaksanakan. Terkait dengan pemenuhan hak pendidikan anak disabilitas, pada fase awal pemerintah Vietnam terlebih dahulu menangani pendidikan anak tunanetra. Ini dikarenakan anak tunanetra adalah anak disabilitas yang lebih mudah bersekolah di sekolah umum, namun membutuhkan fasilitas khusus lebih banyak.
            
Minh menjelaskan, Kementerian Pendidikan kemudian melakukan serangkaian langkah strategis. Langkah pertama, melakukan survei dengan serangkaian tujuan. Pertama, survei untuk menemukan anak tunanetra, berapa yang bersekolah, berapa yang masih tinggal saja di rumah, dan berapa orang yang pernah bersekolah namun berhenti di tengah jalan. Dalam upaya menemukan anak tunanetra, khususnya yang berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau, kementerian pendidikan bahkan mendapatkan bantuan dari tentara berupa kendaraan yang memungkinkan mengunjungi daerah-daerah dengan kondisi sulit. Setelah melakukan identifikasi, dilakukan assemen penglihatan untuk menentukan kategori kondisi ketunanetraan mereka, khususnya untuk anak-anak yang lemah penglihatan. Dari survei ini ditemukan 14.000 anak tunanetra usia di bawah 5 tahun hingga 18 tahun. 
            
Setelah survei, pemerintah Vietnam kemudian membentuk badan nasional yang bertanggung jawab menyusun rencana strategis “pendidikan untuk semua”, melaksanakannya, memonitor, dan mengevaluasi pelaksanaannya. Badan nasional ini terdiri atas banyak pemangku peran, baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat. Dilaporkan ada 30 organisasi non-pemerintah terlibat, termasuk organisasi disabilitas. Hasil survei dijadikan referensi penting untuk menyusun rencana strategis 10 tahunan, dari tahun 2005 hingga 2015. Dari rencana jangka sedang ini, tiap tahun pemerintah membuat rencana tahunan untuk melaksanakan rencana tersebut. Dalam rencana strategis tersebut, ditetapkan pembagian tugas yang jelas, siapa melakukan apa, termasuk merumuskan peran organisasi non-pemerintah. Pemerintah memfasilitasi implementasi rencana strategis ini. Karena kesungguhan pemerintah yang didukung banyak organisasi non-pemerintah, antara lain International Council of Education for People with Visual Impairment (ICEVI), jaringan berskala global yang mempromosikan peningkatan pendidikan tunanetra, Vietnam direkomendasikan mendapatkan bantuan dari Bank Dunia melalui program Fast Track Inisiative (FTI).
           
Dalam fase awal langkah pendidikan untuk semua, pemerintah Vietnam berupaya membawa sebanyak mungkin anak disabilitas ke sekolah. Karena di setiap desa telah ada minimal satu sekolah, maka konsep pendidikan inklusif pun mulai diterapkan. Seperti negara lain, guru-guru sekolah umum di Vietnam pun awalnya belum mengerti bagaimana mengajar anak disabilitas. Untuk mengatasinya, pemerintah mengadakan pelatihan untuk guru secara berjenjang. Dimulai melatih guru dari tiap provinsi yang akan dijadikan instruktur untuk guru-guru lain, bagaimana menangani anak disabilitas. Guru yang telah dilatih kemudian bertugas memberikan pelatihan untuk guru-guru lain, bermula dari satu guru setiap sekolah. Satu guru di tiap sekolah lalu melatih seluruh guru sekolah tersebut.
            
Selain meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, terutama tenaga pendidik, pemerintah menyiapkan berbagai fasilitas pendukung. Sebelum tahun 2005, di Vietnam terdapat pelbagai versi simbol Braille untuk bahasa lokal. Pemerintah melakukan unifikasi simbol Braille bahasa Vietnam. Setelah unifikasi simbol Braille, buku-buku Braille dicetak untuk memenuhi kebutuhan anak-anak tunanetra yang bersekolah. Mengingat mahalnya biaya memproduksi buku Braille, pemerintah menerapkan skema book sharing. Artinya, satu buku Braille digunakan oleh tiga hingga lima siswa tunanetra. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan fasilitias khusus anak disabilitas, pemerintah secara bertahap mengupayakan agar semua fasilitas itu, terutama yang digunakan secara masal oleh seluruh siswa, diusahakan diproduksi di dalam negeri. Misalnya kertas untuk mencetak buku Braille.
            
Organisasi disabilitas juga memiliki peran penting. Menurut Minh, ada beberapa pekerjaan strategis dalam mendukung tercapainya “pendidikan untuk semua” bagi anak tunanetra oleh pemerintah diserahkan kepada organisasi ini. Misalnya, memproduksi buku Braille, alat tulis dan tongkat untuk tunanetra, mengadakan pelatihan keterampilan, termasuk pelatihan menggunakan komputer. Karena langkah-langkah ini membutuhkan biaya tidak sedikit, di samping mendapat bantuan dari Bank Dunia, pemerintah juga mengajak serta sektor swasta, baik perusahaan maupun perseorangan, untuk mendukung.

Seperti halnya negara berkembang lain, tantangan terberat Vietnam adalah menjangkau anak-anak disabilitas dari keluarga miskin yang tinggal di daerah terpencil, yang jauh dari sekolah. Untuk pergi ke sekolah, anak dari keluarga seperti ini kadang-kadang harus menempuh jarak beberapa kilometer, dengan kondisi jalan yang belum baik. Menurut Minh, yang juga Sekretaris Badan Nasional Pendidikan untuk Semua, pemerintah Vietnam menargetkan di tahun 2015 sekurang-kurangnya 70 persen anak tunanetra berusia 5 tahun hingga 18 tahun telah bersekolah. Sedangkan 30 persen sisanya, yang diperkirakan merupakan anak dari keluarga miskin dan tinggal di daerah terpencil, akan menjadi target rencana stategis 10 tahun berikutnya.

Tantangan dalam Pendidikan di Vietnam

Prof. Dr. Ta Quang Buu, seorang ahli pendidikan di Vietnam mengatakan bahwa pada tingkat pendidikan dasar (SD) adalah waktu dan kesempatan yang paling baik untuk melestarikan dan menanamkan nilai identitas bangsa, sementara di tingkat perguruan tinggi adalah saat untuk mengembangkan kualitas generasi muda dalam rangka pembangunan negara dan pengintegrasian negara serta hubungan internasional

Di sisi lain, dapat dipahami ketika melihat kondisi pendidikan di Vietnam, kualitas pendidikan belum sepenuhnya dapat memuaskan. Kualitas lulusan pendidikan di Vietnam belum bisa setara dengan kualitas lulusan pendidikan secara umum di dunia dan keberhasilan pendidikan belum menyeluruh. Pendidikan di Vietnam sedang menghadapi masalah yang besar yakni belum terpenuhinya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi sementara dewasa ini di sektor lain program pemerintah di Vietnam sedang aktif mendorong kemajuan bidang industrialisasi, modernisasi negara, dan pengembangan ekonomi kawasan dan internasional.

Kendala yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Vietnam misalnya metode pengajaran masih ditentukan oleh pusat. Dari masalah ini, muncul dampak yang tidak baik bagi mahasiswa karena metode pengajaran itu belum memberikan stimulan bagi kemampuan daya nalar dan pemikiran mahasiswa. Akibatnya, setelah lulus mahasiswa sangat pasif dan tidak banyak bisa berbuat apa-apa dalam lapangan pekerjaan. Selain itu, mahasiswa diwajibkan belajar banyak mata kuliah yang tidak begitu bermanfaat bagi mahasiswa dalam mencapai keahliannya, seperti; Sejarah Partai Komunis Vietnam, Marxisme, Leninisme, Politik, dan Ekonomi sementara materi dalam mata kuliah ini membuang banyak waktu.

Sekarang ini adalah era teknologi canggih, untuk kita harus dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin. Para guru dan dosen harus mampu menyiapkan materi pelajaran dengan memnafaatkan media pembelajaran elektronik seperti CD dan VCD. Kondisi di Vietnam sekarang masih sedikit guru dan dosen dalam mengajar menggunakan media pengajaran tersebut dan masih banyak guru dan dosen dalam mengajar menggunakan metode ceramah, dikte kepada murid atau mahasiswa.
           
Berdasarkan beberapa masalah tersebut di atas, pemerintah menyadari perlu meningkatkan mutu pendidikan, sehingga jaminan mutu pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan (Barrie & Brosser, 2003). Sejak tahun 2002, pemerintah (Depdiknas) Vietnam mulai merencanakan program pengontrolan dan pengawasan kualitas pendidikan di semua perguruan tinggi. Untuk mencapai tujuan itu, pada tanggal 01 November 2007 Depdiknas sudah mengeluarkan dengan resmi tentang Standar mengevaluasi Kualitas Pendidikan Perguruan tinggi.

Kesimpulan
Secara umum, Negara Vietnam sedang dalam masa berkembang di lihat dari segala sektor kehidupan atau dengan kata lain sedang membangun, termasuk juga pada sektor pendidikan. Sehingga pemerintah Vietnam berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan itu. Masih banyak permasalahan yang dihadapi di dalam bidang pendidikan. Pemerintah dengan masyarakat Vietnam harus bekerjasama untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan menuju kepada kualitas lebih tinggi sehingga setara dengan dunia internasional atau minimal dengan negara-negara di Asia Tenggara. Sangat di harapkan agar para lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi di Vietnam memiliki kualitas yang unggul dan dapat terserap pada setiap lapangan kerja yang tersedia di seluruh dunia internasional. 







Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Politik Luar Negeri

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Awal dari Kejatuhan: Perkembangan Diskursus Anti-Komunisme di Ruang Publik Vietnam Pasca-Doi Moi