Clark D. Neher: Memahami Demokrasi Gaya Asia


Setelah Perang Dunia ke-2 berakhir, gelombang demokrasi ketiga menyerbu wilayah Asia, mengakibatkan banyak negara-negara Asia beralih menjadi demokrasi. Hingga kini, negara-negara Asia berusaha mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi liberal Barat ke dalam negaranya. Namun, negara-negara Asia hanya mengambil prosedur dari negara demokrasi dan mengabaikan sama sekali nilai-nilai liberal yang mendasarinya. Nilai-nilai otoriter justru terlihat dalam sistem demokrasi yang diterapkan oleh negara-negara Asia, sehingga melahirkan konsep seperti Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Clark D. Neher melihat kondisi ini dan berargumen bahwa inilah demokrasi ala Asia. Sebuah demokrasi yang memang tidak berlandaskan nilai-nilai liberal ala Barat, namun tetap memenuhi esensi demokrasi untuk memberikan kekuasaan pada rakyat.

Clark D. Neher menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek internal yang menyebabkan Asia tidak dapat menerapkan demokrasi liberal ala Barat dan mengapa demokrasi ala Asia justru dapat menjadi efektif. Pertama, kebudayaan patron-client communitarianism. Orang-orang di negara Asia percaya bahwa ada semacam struktur hierarkis yang memisahkan antara orang yang dianggap patron dengan orang biasa. Seseorang menjadi patron karena kebaikan-kebaikan yang telah ia berikan pada masyarakat. Seorang patron memiliki kekuatan untuk memerintah orang-orang biasa, bahkan mempekerjakan mereka. Orang-orang biasa harus patuh terhadap hal tersebut. Berlawanan dengan pendapat Barat, orang-orang Asia sama sekali tidak menganggap ini sebagai sebuah represi, melainkan sebagai sebuah kebudayaan. Kebudayaan inilah yang kemudian mengakibatkan orang-orang di negara Asia merasa bahwa mempertanyakan keputsan seorang pemimpin adalah sebuah tabu. Berbeda dengan di Barat dimana anak-anak diajarkan untuk mengkritisi pemerintah, anak-anak Asia diajarkan untuk patuh pada pemerintah. Kondisi demikianlah yang membuat demokrasi liberal barat tidak dapat diterapkan di Asia.

Kedua, kepribadian pemimpin yang kuat. Negara-negara Asia umumnya dipimpin oleh pemimpin yang bukan hanya kharismatik, namun juga seorang pahlawan dalam peperangan melawan penjajah. Mereka adalah pemimpin yang lahir dari kebudayaan patron-client communitarianism. Mereka menjadi pemimpin karena dipercaya masyarakat atas setiap kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan pada masyarakat. Kepercayaan masyarakat pada pemimpinnya menyebabkan pemimpin tidak perlu memerintah berdasarkan protokol-protokol kenegaraan, namun cukup dengan menggunakan kepribadiannya saja. Hukum menjadi tidak begitu penting bagi masyarakat, sebab kata-kata pemimpinnya menjadi lebih berarti daripada hukum itu sendiri. Oleh sebab itu, individual menjadi tidak dapat mengkritisi pemimpinnya, tidak mendapatkan pendidikan politik, sehingga tidak mampu menggunakan hak-hak demokrasinya. Kondisi inilah yang menyebabkan demokrasi liberal ala Barat menjadi sulit untuk diterapkan di Asia.

Ketiga, Partai Politik yang Dominan. Negara-negara Asia dengan kuatnya pemimpin yang dihasilkan oleh kebudayaannya sendiri tadi menyebabkan pemimpin lebih memilih untuk menjaga stabilitas, dibandingkan memberi kebebasan. Partai, sebagai instrumen demokratis yang digunakan agar warga dapat menyampaikan aspirasi politiknya, justru digunakan sebagai instrumen untuk menyatukan aspirasi rakyat. Caranya adalah dengan membentuk partai politik kuat yang anggota-anggotanya adalah mereka yang berjasa membentuk negara, berjasa dalam peperangan, berjasa dalam komunitasnya. Orang-orang Asia yang didominasi oleh kebudayaan untuk patuh terhadap patron menjadi tidak mampu untuk tidak memilih partai kuat tadi. Orang-orang di dalam partai tersebut adalah mereka yang telah berjasa pada kemerdekaan suatu negara, sehingga partai menjadi sama dengan negara. Tidak memilih partai dominan berarti sama dengan tidak memilih untuk tinggal di negara itu.

Clark D. Neher menyimpulkan bahwa ketiga aspek di atas itulah yang menyebabkan Asia tidak dapat mengadopsi demokrasi liberal ala barat secara utuh. Beberapa penyesuaian harus dilakukan, sehingga muncullah demokrasi ala Asia, yang meskipun menggunakan prosedur demokrasi, namun tetap memiliki aspek-aspek otoriter, seperti pemimpin yang lebih kuat dari hukum dan partai politik dominan. Bagi pemimpin-pemimpin Asia, sebagaimana dikutip oleh Clark D. Neher, demokrasi ala Asia adalah sistem pemerintahan yang paling efektif dalam memerintah penduduknya. Sebab sudah terbukti bahwa di bawah sistem demokrasi ini, terjadi pertumbuhan ekonomi yang amat signifikan bagi negara-negara Asia.

Comments

Popular posts from this blog

Hotel Rwanda Analysis; Peran Politisasi Etnisitas sebagai Pemicu Ethnic Cleansing di Rwanda Tahun1994

Dinamika Perubahan Norma Internasional (Review Makalah Finnemore dan Sikkink)

Pembentukan Regional Peacekeeping Operation untuk Mengatasi Isu Keamanan di ASEAN

Richard Devetak: Memahami Postmodernisme

Patriarki dan Perdagangan Manusia di Indonesia