J.J. Mearsheimer: Arogansi Para Realis


John J. Mearsheimer adalah seorang akademisi yang dapat dikatakan menyaingi Machiavelli[1] dalam hal reputasinya sebagai sosok amoral yang senantiasa menunjukkan kebenaran dunia dengan apa adanya, seburuk apapun kebenaran tersebut. Realisme, bagi Mearsheimer, merupakan kebenaran yang sulit diterima (harsh truth). Di balik retorika-retorika berbasis nilai yang dikampanyekan negara, hanya realisme yang sanggup melihat kebenaran bahwa semua negara pada dasarnya adalah amoral dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Pemahaman inilah yang membuat Mearsheimer memandang cap ‘realis’ yang diberikan kepadanya dengan bangga dan memotivasinya untuk senantiasa membela realisme ketika paradigma lain menyerangnya (Kaplan, 2012). Salah satu tulisan Mearsheimer yang membuktikan hal ini adalah “A Realist Reply” yang ditulis pada tahun 1995.

“A Realist Reply” merupakan sebuah tulisan yang dibuat untuk mensignifikasi teori Mearsheimer dalam tulisan “The False Promise of Institutions” sekaligus membuktikan kegagalan teori-teori lain dalam ilmu Hubungan Internasional (HI) untuk menjatuhkan teori Mearsheimer dalam tulisan tersebut. Teori yang dimaksud oleh Mearsheimer dalam “False Promise” adalah bahwa institusi internasional tidak mampu mempengaruhi perilaku sebuah negara secara independen. Mearsheimer menjelaskan bahwa bagi negara, institusi internasional hanyalah instrumen untuk mencapai kepentingan pribadinya, yaitu meningkatkan kekuasaan (power). Dengan demikian, capaian-capaian institusi akan senantiasa merefleksikan keseimbangan kekuasaan (balance of power) yang berupaya dipertahankan oleh setiap negara (Mearsheimer, 1995).

Institusionalis, menurut Mearsheimer, memiliki pandangan yang berbeda dengan realis. Institusionalis meyakini bahwa institusi mampu secara independen mengubah perilaku negara. Institusi dapat menciptakan perdamaian dengan cara meyakinkan negara untuk meninggalkan perilaku mengejar kekuasaan dan menerima sebuah hasil yang dapat melemahkan kekuasaan negara relatif dengan negara lainnya. Akan tetapi, Mearsheimer menjelaskan bahwa institusionalis belum berhasil membuktikan kebenaran argumen mereka. Mearsheimer menjelaskan bahwa logika dasar dari teori institusionalis telah dihancurkan oleh kritik-kritik realis, seperti Joseph Grieco dan Stephen Krasner, ketika teori tersebut pertama kali diajukan oleh Robert Keohane dan institusionalis lainnya. Tulisan-tulisan institusionalis untuk menjawab kritik Grieco justru menunjukkan bahwa liberal institusionalisme telah kehilangan tempat berpijak dan telah ditelan sepenuhnya oleh realisme. Hal ini ditunjukkan melalui banyaknya kesamaan argumen dan konsep yang ditawarkan para institusionalis dengan apa yang telah dipaparkan oleh realis. Pada akhirnya, Mearsheimer menganggap bahwa liberalisme institusionalis tidak lain adalah realisme dengan nama berbeda (Mearsheimer, 1995).

Mearsheimer kemudian memberikan respon pada teori keamanan kolektif yang memiliki prediksi bahwa perdamaian dapat tercipta ketika negara-negara dapat bekerjasama di bawah sebuah norma, yaitu menghentikan negara yang bertindak agresif secara kolektif. Mearsheimer kemudian mengkritik ketidakmampuan institusi apapun yang ditawarkan teori keamanan kolektif untuk mewujudkan hal tersebut. Lebih lanjut lagi, Mearsheimer menegaskan bahwa logika dasar dari teori keamanan kolektif sangat bertentangan dengan logika dasar realisme. Menurutnya, negara akan lebih fokus pada menciptakan keseimbangan kekuasaan dibandingkan perdamaian. Teori ini menjadi semakin menurun kredibilitasnya, bagi Mearsheimer, ketika Kupchan bersaudara mengajukan teori keamanan kolektif yang mengikutsertakan logika keseimbangan kekuasaan. Hal ini sangat fatal, menurut Mearsheimer, karena seperti mencampur air dan minyak. Pertentangan logika dasar antara teori keseimbangan kekuasaan dan keamanan kolektif menyebabkan penyatuan kedua teori tersebut menjadi mustahil. Pada akhirnya, Mearsheimer menyimpulkan bahwa teori keamanan kolektif pun telah tertelan oleh logika-logika realisme (Mearsheimer, 1995).

Terakhir, Mearsheimer memberikan respon terhadap teori kritis yang ia anggap sebagai satu-satunya teori HI yang belum tertelan oleh logika realisme karena teori kritis menolak mentah-mentah seluruh asumsi dasar dari realisme. Mearsheimer mengakui bahwa baik realisme dan teori kritis adalah teori tentang struktur, namun ia menyadari bahwa kedua teori memiliki pemahaman berbeda terkait struktur hubungan internasional. Realisme memandang bahwa struktur hubungan internasional dibentuk oleh materi, sementara teori kritis memandang bahwa struktur tersebut dibentuk oleh diskursus. Argumen utama dari teori kritis adalah bahwa diskursus dapat berubah, sehingga terciptanya diskursus bahwa institusi dapat mempengaruhi perilaku negara secara independen menjadi memungkinkan. Akan tetapi, Mearsheimer mengkritik argumen teori kritis yang hanya menjelaskan bahwa perubahan terhadap struktur hubungan internasional adalah memungkinkan, namun tidak menjelaskan bagaimana perubahan tersebut dapat terjadi. Tanpa mampu membuktikan hal tersebut, Mearsheimer menegaskan bahwa teori kritis tidak akan mampu menggeser realisme dari kedudukannya di puncak hegemon literatur HI (Mearsheimer, 1995).

Sejauh pengamatan penulis, kelemahan argumen Mearsheimer, seperti layaknya teoritisi positivis dalam HI lainnya, adalah kecenderungannya untuk menerima begitu saja (take it for granted) struktur dunia yang bersifat anarki. Hal ini terefleksikan dari kritik pertama yang diberikan Mearsheimer terhadap institusionalis , yaitu bahwa institusi internasional tidaklah sepenting yang diklaim. Ia mengatakan bahwa tidak ada gunanya mendebatkan seberapa penting institusi internasional karena klaim semacam itu amat samar (vague) dan tidak memiliki makna (Mearsheimer, 1995). Ketidakmampuan Mearsheimer dalam memahami bagaimana institusi menjadi penting (matters) tidak lain disebabkan oleh kecenderungannya untuk menjadikan anarki sebagai realitas absolut sehingga ia memandang bahwa tidak ada aktor selain negara yang dapat memiliki pengaruh dalam hubungan internasional. Pola analisis seperti ini menunjukkan bahwa Mearsheimer telah bersikap dismisif terhadap ide mengenai institusi secara keseluruhan.

Kritik lain yang diajukan Mearsheimer berulang kali dalam “A Realist Reply” untuk menjatuhkan institusionalis adalah institusi tidak mampu mempengaruhi perilaku negara secara independen. Kritik ini telah direspon oleh Liliana Botcheva dan Lisa L. Martin dalam tulisan “Institutional Effects on State Behavior: Convergence and Divergence.” Dalam tulisannya, Botcheva dan Martin menjelaskan bahwa kritik yang diberikan para skeptis (seperti Mearsheimer) terhadap institusionalis disebabkan oleh analisis mereka (para institusionalis) yang hanya terbatas pada bagaimana institusi dapat menstimulasi kerjasama di antara negara. Hal ini menyebabkan argumen institusionalis mudah dipatahkan oleh realis (melalui logika keseimbangn kekuasaan) dan mencegah mereka untuk menganalisa pengaruh-pengaruh lain dari institusi di luar variabel ‘kerjasama (Botcheva & Martin, 2001).’

Menyikapi kelemahan institusionalis di atas, Botcheva dan Martin berargumen bahwa teori institusionalisme membutuhkan tipologi untuk menjelaskan jenis-jenis pengaruh institusi terhadap negara. Mereka kemudian mengajukan bahwa institusi memiliki dua jenis pengaruh terhadap perilaku negara, yaitu menyatukan (converge) dan memisahkan (diverge). Penyatuan (convergence) adalah pengurangan dari tendensi perilaku umum negara (sebagaimana digambarkan oleh realis) sementara pemisahan (divergence) adalah peningkatan tendensi perilaku tersebut (Botcheva & Martin, 2001). Tipologi yang ditawarkan oleh Botcheva dan Martin pada akhirnya memberikan teori institusionalisme sebuah variabel baru yang memungkinkan analisis objektif terhadap pengaruh institusi. Dengan menggunakan convergence dan divergence sebagai variabel analisisnya, institusionalis menjadi mampu menunjukkan seberapa jauh pengaruh institusi terhadap perilaku negara. Melalui tulisan ini, Botcheva dan Martin telah membuktikan kepada Mearsheimer bahwa institusi memang dapat mempengaruhi perilaku negara, tanpa melulu harus berdampak pada terbentuknya kerjasama.

Kelemahan lain dari “A Realist Reply” adalah kegagalan Mearsheimer untuk membuktikan invaliditas dari teori kritis. Dalam tulisannya, Mearsheimer tidak pernah sekali pun menyerang asumsi dasar dari teori kritis mengenai struktur hubungan internasional yang terbentuk oleh diskursus. Mearsheimer hanya membandingkan perbedaan realisme dan teori kritis dalam memandang struktur internasional sambil menunjukkan superioritas dari realisme karena memiliki bukti-bukti empiris yang dapat mendukung teori-teorinya. Akan tetapi, Mearsheimer juga mengakui bahwa kekurangan bukti empiris yang dialami teori kritis dapat berubah seiring berjalannya waktu (Mearsheimer, 1995). Sambil mengatakan bahwa selama kekurangan tersebut tidak diatasi, maka realisme akan tetap menjadi hegemon dalam literatur HI, Mearsheimer dengan sendirinya mengatakan bahwa ketika kekurangan tersebut berhasil diatasi, posisi realisme sebagai hegemon akan tergeser oleh teori kritis. Disadari atau tidak, pernyataan Mearsheimer tersebut justru merupakan pengakuan akan potensi teori kritis untuk menggeser hegemoni realisme.

Pada kenyataannya, teori-teori kritis dalam ilmu HI terus berkembang dengan pesat dan senantiasa menjelaskan fenomena-fenomena hubungan internasional yang tidak mampu dijelaskan oleh realisme. Terkait institusi, tesis Alexander Wendt, Why A World State is Inevitable, bahkan mengatakan bahwa terciptanya negara-dunia (world state) tidak dapat terhindarkan. Dalam tulisannya, Wendt berargumen bahwa salah satu hal yang melanggengkan anarki dalam hubungan internasional adalah adanya diskursus bahwa negara tidak rentan untuk ‘terbunuh’ layaknya individu. Dengan demikian, negara menjadi tidak perlu tunduk kepada seorang Leviathan demi menjaga keberlangsungannya. Akan tetapi, Wendt berargumen bahwa perkembangan teknologi militer dengan daya hancurnya yang semakin meningkat dari hari ke hari akan mengubah hal tersebut (Wendt, 2003).

Menurut Wendt, peningkatan kekuatan penghancur (forces of destruction) akan meningkatkan kapasitas setiap negara untuk melakukan kekerasan. Kondisi ini akan menyebabkan setiap negara menjadi rentan untuk ‘terbunuh’ seperti penduduknya. Sebagai contoh, penemuan rudal nuklir memungkinkan negara untuk ‘membunuh’ negara lain hanya dengan menekan sebuah tombol. Ketika seluruh negara menjadi mampu untuk melakukan hal tersebut, rasionalitas setiap negara pada akhirnya akan menyimpulkan bahwa lebih baik tunduk kepada sebuah otoritas tunggal (Leviathan) yang mampu melindungi mereka daripada dihancurkan. Di sinilah, menurut Wendt, sebuah institusi global akan terwujud dan akan menjadi satu-satunya entitas yang dilegitimasi untuk melakukan kekerasan dan menjadi negara-dunia (Wendt, 2003). Argumen Wendt, dengan demikian, telah membuktikan bahwa terdapat kondisi yang memungkinkan negara mengabaikan logika anarki dan tunduk kepada institusi.

Dapat disimpulkan bahwa “A Realist Reply” tidak lebih dari sekedar tulisan seorang skeptis. Respon-respon yang diberikan Mearsheimer kepada teori-teori HI selain realisme perihal institusi cenderung bersifat dismisif, arogan, dan lebih menitikberatkan pada superioritas realisme dibandingkan teori-teori HI lainnya. Mearsheimer tidak berusaha untuk memahami teori-teori yang dikritiknya melalui logika mereka masing-masing, namun justru memaksakan logika realisme untuk memahaminya. Tidak aneh jika ia tidak mampu memahami klaim-klaim institusionalisme yang berada di luar logika realisme. Pada akhirnya, perkembangan dari teori institusionalisme menunjukkan bahwa institusi mampu mempengaruhi perilaku negara. Selain itu, perkembangan teori kritis juga menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi saat ini akan mengarah pada kondisi dimana negara harus mengabaikan logika anarki dan tunduk pada institusi.


[1] Entah sengaja atau tidak, foto profil Mearsheimer di website Universitas Chicago menunjukkannya sedang mengenakan pakaian kebesaran Machiavelli. Lihat http://mearsheimer.uchicago.edu/.

Daftar Pustaka

Botcheva, L., & Martin, L. L. (2001). Institutional Effects on State Behavior: Convergence and Divergence. International Studies Quarterly, Vol. 45 No. 1 , 1-26.

Kaplan, R. D. (2012, Januari). Why John J. Mearsheimer is Right (About Some Things). Retrieved September 12, 2016, from The Atlantic: http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2012/01/why-john-j-mearsheimer-is-right-about-some-things/308839/

Mearsheimer, J. J. (1995). A Realist Reply. International Security Vol. 20 No. 1 , 82-93.
Wendt, A. (2003). Why A World State is Inevitable: Teleology and the Logic of Anarchy. Chicago: University of Chicago.

Comments

  1. Institusionalisme Baru menjadi sangat penting bagi negara-negarra yang baru membebaskan diri dari cengkeraman suatu rezim yang otoriter serta represif. Dalam proses ini nilai kembali memainkan peran penting Perbatasan Institusionalisme Judi Online

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kemerosotan Norma Keamanan Manusia dalam Kebijakan Imigrasi Australia Pasca-1992

Bagaimana Menjadikan Demokratisasi sebagai Agenda Politik Luar Negeri akan menjadi Masalah

Donald E. Weatherbee: 50 Tahun ASEAN Bukanlah Indikator Keberhasilan Regionalisme

Max Lane: The Impossibility of Citizenship

Pekerja Rumah Tangga, Advokasi Transnasional dan Kondisi Pengecualian